Teori masuk dan berkembangnya agama Islam ke Nusantara
Teori – teori tentang Masuk dan Berkembangnya agama
dan budaya Islam di Indonesia
Pendahuluan
Sumber-sumber sejarah tentang kegitan islamisasi di Nusantara ini sangat sedikit, dan secara keseluruhan catatan-catatan sejarah tentang pengislaman di dalam literatur dan tradisi melayu masih simpang siur dan beragam keterangannya. Oleh karena itu, banyak hal-hal yang sukar terpecahkan sehingga sejarah di Nusantara banyak yang bersifat perkiraan. Mencari ketepatan kapan masuknya Islam ke Nusantara sangat sulit. Menentukan masuknya Islam di Nusantara biasanya dikaitkan dengan kegiatan perdagangan antara dunia Arab dengan Asia Timur. Banyak yang memperkirakan bahwa kontak antara Nusantara dengan Islam terjadi sejak abad ke- 7 Masehi. Dalam seminar Sejarah Masuknya Islam yang berlangsung di Medan tahun 1963 yang dikukuhkan lagi dengan seminar Sejarah Islam di Banda Aceh tahun 1978 menyimpulkan bahwa masuknya Islam ke Nusantara abad ke-1 Hijriyah langsung dari tanah Arab. Di samping itu ada juga yang berpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke- 13 Masehi.
Teori – teori tentang waktu dan asal agama
Islam ke Nusantara
Teori masuknya agama Islam menurut
waktunya
Kapan agama Islam datang ke Nusantara ?
Tentu pertanyaan ini secara pasti tidak dapat dijawab dengan tepat, tetapi
dari fakta – fakta yang dapat dijumpai dapat ditarik kesimpulan tentang jawaban
dari pertanyaan tadi.
Ada 3 pendapat tentang waktu masuknya Islam ke Nusantara yaitu :
1.
Islam
Masuk ke Indonesia pada abad ke 7:
a. W.P.
Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese
sources, menjelaskan bahwa pada Catatan Dinasti T’ang memberitahukan adanya
Arab muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab
Muslim).
b. Dari Harry W.
Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin
masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim
yang selalu singgah di Sumatera dalam perjalannya ke China.
2.
Islam
masuk ke Nusantara abad ke -11
Satu-satunya sumber ini adalah
diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam
Fatimah Binti Maimun dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasasti huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun
(dimasehikan 1082)
3.
Islam masuk ke Nusantara abad ke -
13
a. Catatan perjalanan Marcopolo, menyatakan bahwa ia
menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di Aceh, pada ahun
1292 M.
b. K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah
menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di Aceh pada 1298 M.
c. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse
Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
d. Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck
Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam
di kawasan Indonesia
Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu
masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau
pembawa agama Islam ke Nusantara.
Kemudian timbul pertanyaan lagi ”Apakah Islam yang datang ke Nusantara itu
langsung dibawa dari Arab atau melalui persinggahan terlebih dahulu di daerah
lain ?”
Menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan
Sejarah, mengemukakan 3 teori tentang asal penyebaran Islam sebelum ke Nusantara
yaitu teori Gujarat, teori
Makkah dan teori Persia.
1.
|
Teori
Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India.
Dasar dari teori ini
adalah:
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim
dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih
memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu
adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo
dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak (Perureula)
tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang
memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori
berikutnya.
|
2.
|
Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini
adalah:
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W.
Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah
berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh
sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses
penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
|
3.
|
Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan
pembawanya berasal dari Persia (Iran). Pendukung teori ini yaitu Umar Amir
Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat
Islam Indonesia seperti:
Kesimpulan
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan
kelemahannya. Kesimpulan yang dapat diambil
1. bahwa
Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami
perkembangannya pada abad 13
2. Sebagai
pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan
Gujarat (India).
|
Pertanyaan selanjutnya mengapa
agama Islam begitu mudah diterima dan berkembang pesat di Nusantara ini ?
Coba perhatikan bacaan di bawah ini
!
· Hindu
mengenal sistem kasta yang tidak dapat diganggu gugat.
· Ken Arok
berani melawan raja Kertajaya dari Kediri karena didukung oleh kaum Brahmana
Kediri (siapa yang mendapat dukungan Brahmana maka dia mendapat dukungan rakyat
)
· Artinya
agama Hindu agama yang esklusif ( pada saat itu )
Kedatangan Islam sebagai sesuatu
yang baru memang menarik untuk diperhatikan dan juga keteladanan / kearifan
dari para penyebar agama Islam pada waktu itu menjadikan agama Islam mulai
diterima oleh masyarakat Nusantara yang mulai berkembang terutama di daerah
pesisir sebaagai kota – kota perdagangan.
Faktor yang menyebabkan islam mudah diterima masyarakat
Nusantara
1.
Agama Islam tidak mengenal sistem kasta ( semua orang
memiliki kedudukan yang sama)
2.
Syarat masuk agama Islam mudah dan murah
3.
Islam disebarkan dengan jalan damai
4.
Pelaksanaan ibadah agama Islam murah
5.
Pernyebaran agama Islam tanpa disertai dengan penghapusan
adat istiadat yang telah ada.
Saluran Islamisasi :
Saluran Islamisasi adalah jalan/cara/jalur yang
digunakan dalam proses menyebarkan dan mengembangkan agama Islam.
Beberapa jalur/saluran Islamisasi tersebut antara lain :
1. Melalui jalur perdagangan
Pedagang-pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India telah
ikut ambil bagian dalam jalan lalu lintas perdagangan yang menghubungkan Asia
Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, pada abad ke-7 sampai abad ke-16. Para pedagang muslim yang
akhirnya juga singgah di Nusantara ini, ternyata tidak hanya semata-mata
melakukan kegiatan dagang.
2. Melalui jalur perkawinan
Para pedagang muslim yang datang di Indonesia, ada sebagian di antara
mereka yang kemudian menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan
yang disebut Pekojan. Perkawinan antara putri bangsawan dan pedagang muslim
akhirnya berlangsung. Perkawinan ini dilakukan secara Islam, yaitu dengan
mengucapkan (menirukan) dua kalimat syahadat. Upacara perkawinan berjalan
dengan mudah karena tanpa pentasbihan atau upacara-upacara yang panjang, lebar,
dan mendalam. Dalam Babad Tanah Jawi, misalnya, diceritakan perkawinan antara
Maulana Iskhak dan putri Raja Blambangan yang kemudian melahirkan Sunan Giri,
sedangkan dalam Babad Cirebon diceritakan perkawinan putri Kawunganten dengan
Sunan Gunung Jati.
3. Melalui jalur tassawuf
Tassawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan
hal-hal yang bersifat magis. Ahli-ahli tassawuf yang memberikan ajaran yang
mengandung persamaan alam pikiran seperti pada mistik Indonesia–Hindu, antara
lain, Hamzah Fansuri, Nuruddin ar Raniri, dan Syeikh Siti Jenar.
4. Melalui jalur pendidikan
Pendidikan dalam Islam dilakukan dalam pondok-pondok pesantren yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama. Pesantren
ini merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam karena
merupakan tempat pembinaan calon guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama.
Setelah menamatkan pelajarannya di pesantren, murid-murid (para santri) akan
kembali ke kampung halamannya.
5. Melalui kegiatan seni budaya
Dalam menyebarkan agama Islam, sebagian wali menggunakan media seni
budaya yang sudah ada dan disenangi masyarakat. Pada perayaan hari keagamaan
seperti Maulid Nabi, misalnya, seni tari dan peralatan musik tradisional
(gamelan) dipakai untuk meramaikan suasana. Sunan Kalijaga yang sangat mahir
memainkan wayang memanfaatkan kesenian ini sebagai sarana untuk menyampaikan
agama Islam kepada masyarakat, yaitu memasukkan unsur-unsur Islam dalam cerita
dan pertunjukannya. Senjata Puntadewa yang bernama Jamus Kalimasada, misalnya,
dihubungkan dengan dua kalimat syahadat yang berisi pengakuan terhadap Allah
dan Nabi Muhammad. Masyarakat yang menyaksikan pertunjukan Sunan Kalijaga
akhirnya mengenal agama Islam dan tertarik ingin menjadikan Islam sebagai
agamanya.
6. Melalui jalur dakwah
Penyebaran Islam di Nusantara, terutama di Jawa, sangat berkaitan dengan
pengaruh para wali yang kita kenal dengan sebutan wali sanga. Mereka inilah
yang berperan paling besar dalam penyebaran agama Islam melalui metode dakwah.
Tokoh Pemikir dan Penyebar Islam di
Nusantara
1.
Aceh
a. Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri adalah seorang ulama dan sufi besar pertama di Aceh. Beliau adalah penulis produktif yang menghasilkan karya risalah keagamaan dan juga prosa yang sarat dengan ide-ide mistis.
Hamzah Fansuri adalah seorang ulama dan sufi besar pertama di Aceh. Beliau adalah penulis produktif yang menghasilkan karya risalah keagamaan dan juga prosa yang sarat dengan ide-ide mistis.
b. Syamsudin al-Sumatrani
Sufi besar yang muncul di Aceh sesudah Hamzah Fansuri ialah Syamsudin Al-Sumatrani, atau yang juga dikenal sebagai Syamsudin Pasai karena berasal dari Pasai. Sebagai penulis risalah tasawuf dia lebih produktif daripada pendahulunya itu. Banyak mengarang kitabnya dalam bahasa Melayu dan Arab. Syamsudin Pasai ini seorang ulama dan sangat disayangi sultan Iskandar Muda, sehingga ia diangkat sebagai pembantu dekatnya
Sufi besar yang muncul di Aceh sesudah Hamzah Fansuri ialah Syamsudin Al-Sumatrani, atau yang juga dikenal sebagai Syamsudin Pasai karena berasal dari Pasai. Sebagai penulis risalah tasawuf dia lebih produktif daripada pendahulunya itu. Banyak mengarang kitabnya dalam bahasa Melayu dan Arab. Syamsudin Pasai ini seorang ulama dan sangat disayangi sultan Iskandar Muda, sehingga ia diangkat sebagai pembantu dekatnya
c. Nuruddi
Ar-Raniri.
Ulama dan sastrawan ini berasal dari
Ranir, lahir pada tahun 1568 M. di sebuah kota pelabuhan di pantai
Gujarat.(Windstedt, 1968: 145; Ahmad Daudy, 1983: 49). Ayahnya berasal dari
keluarga imigran Hadhramaut. Sedangkan ibunya adalah seorang Melayu. Ar-Raniri
lebih dikenal sbagai ulama besar Melayu-Indonesia daripada India dan Arab.
Iapun telah mengabdikan dirinya demi kepentingan Islam di Nusantara dengan
mendapat kepercayaan dari seorang sultan pada kesultanan Aceh.
d. Abdul Rauf al-Singkili
Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili adalah seorang ulama besar Aceh yang terakhir. Ia lahir di Fansur, dibesarkan di Singkel, wilayah pantai Barat-Laut Aceh. Diperkirakan lahir tahun 1615 M. Ayahnya Syech Ali Fansuri masih bersaudara dengan Syech Hamzah Fansuri. Beliau menghabiskan waktunya selama 19 tahun untuk menuntut berbagai cabang ilmu Islam di Haramayn. Setelah selesai belajar berbagai macam ilmu agama ia kembali ke Aceh dan membaktikan dirinya di Kesultanan Aceh.
Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili adalah seorang ulama besar Aceh yang terakhir. Ia lahir di Fansur, dibesarkan di Singkel, wilayah pantai Barat-Laut Aceh. Diperkirakan lahir tahun 1615 M. Ayahnya Syech Ali Fansuri masih bersaudara dengan Syech Hamzah Fansuri. Beliau menghabiskan waktunya selama 19 tahun untuk menuntut berbagai cabang ilmu Islam di Haramayn. Setelah selesai belajar berbagai macam ilmu agama ia kembali ke Aceh dan membaktikan dirinya di Kesultanan Aceh.
2.
P. Jawa
Di pulau Jawa, peranan mubaligh dan ulama tergabung dalam
kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan walisongo yang merupakan suatu
majelis yang berjumlah sembilan orang. Masyarakat Jawa sebagian memandang para
wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga
dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi
Allah. Gelar sunan yang mereka sandang menunjukkan bahwa
kedudukan mereka dapat disejajarkan dengan raja.
Adapun para wali yang berjumlah sembilan (wali sanga) itu sebagai
berikut.
- Sunan Ampel atau Raden Rahmat, seorang kemenakan dari permaisuri Kertawijaya (1467), dimakamkan di Ampel (Surabaya).
- Malik Ibrahim atau Maulana Maghribi, dimakamkan di Gresik
- Sunan Giri atau Raden Paku, makamnya di Giri dekat Gresik.
- Sunan Drajat, putra Sunan Ampel, dimakamkan di Sidayu, Lawas.
- Sunan Bonang atau Makdum Ibrahim seorang putra Sunan Ampel.
- Sunan Kudus, putra Sunan Ngudug, panglima bala tentara para wali yang menyerbu Majapahit (1478).
- Sunan Muria seorang pejuang melawan Majapahit, kemudian bertapa. Makamnya terdapat di sebelah kawah Gunung Muria.
- Sunan Kalijaga yang mempunyai nama asli Raden Sahid adalah menantu Sunan Gunung Jati di Cirebon. Akan tetapi, Sunan Kalijaga menolak untuk tinggal di Cirebon dan akhirnya mengikuti perintah Sultan Trenggana menetap di Kadilangu, Demak.
- Sunan Gunung Jati, orang Pasai, kawin dengan saudara perempuan Sultan Trenggana (Demak), kemudian berhasil menaklukkan Cirebon dan Banten. Makamnya terletak di Gunung Jati sebelah utara Cirebon.
Peran Walisongo :
a. Sebagai penyebar agama Islam
b. Sebagai penasehat raja
c. Sebagai pengembang budaya
3.
Sulawesi
Selatan
Penyebaran Islam di wilayah Sulawesi
Selatan (Sulsel) tidak bisa dilepaskan dari peran Datuk Ri Bandang. Islam
menjadi agama mayoritas rakyat Gowa- Tallo pada awal abad ke 17 karena pengaruh
ulama asal Minangkabau ini.
Ulama ini hijrah dari Minangkabau bersama dua rekannya, yakni Khatib Sulung Datuk Sulaiman atau Datuk Patimang dan Syekh Nurdin Ariyani atau Datuk Tiro. Nama terakhir ini juga dikenal dengan Jawad Khatib Bungsu. Datuk Ri Bandang bernama asli Khatib Tunggal Datuk Makmur. Sejak kedatangannya ke Kerajaan Gowa- Tallo pada akhir abad 16,dia lebih banyak melakukan syiar Islam di daerah Gowa,Takalar, Jeneponto,dan Bantaeng.
Ulama ini hijrah dari Minangkabau bersama dua rekannya, yakni Khatib Sulung Datuk Sulaiman atau Datuk Patimang dan Syekh Nurdin Ariyani atau Datuk Tiro. Nama terakhir ini juga dikenal dengan Jawad Khatib Bungsu. Datuk Ri Bandang bernama asli Khatib Tunggal Datuk Makmur. Sejak kedatangannya ke Kerajaan Gowa- Tallo pada akhir abad 16,dia lebih banyak melakukan syiar Islam di daerah Gowa,Takalar, Jeneponto,dan Bantaeng.
Komentar
Posting Komentar